

100% ORIGINAL


Membaca Goenawan Mohamad
- Stock: Gudang Penerbit
- Penulis: Ayu Utami (Author)
- Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
- Model: 9786024819446
- MPN: 592202087
Rp180,000
Rp126,000
![]() | Pengiriman Ke DKI JAKARTA Ongkos Kirim Rp 0 Khusus member Grobprime (GRATIS TRIAL) | JOIN |
Deskripsi
Siapakah Goenawan Mohamad? Apakah ia menandai berakhirnya sebuah zaman? Zaman ketika sastra, jurnalisme, idealisme, dan perjuangan kebebasan berkelindan. Masa ketika sastrawan, wartawan, dan aktivis seringkali adalah sosok yang sama—sebagaimana GM, begitu ia biasa dipanggil. Jauh sebelumnya, kita mengenal nama-nama, antara lain, Tirto Adi Suryo di awal 1900-an, atau Mochtar Lubis di tahun 1950-an hingga 1970-an. Tradisi tritunggal wartawan-sastrawan-pejuang itu dilanjutkan GM, penyair sekaligus pemimpin Tempo, majalah berita yang didirikannya tahun 1971. Bayangkan, selama seratus tahun lebih, di sepanjang abad ke-20, kita sebenarnya terbiasa dengan bersatunya kerja wartawan, sastrawan, dan perjuangan kebebasan. Di Indonesia, itu adalah masa ketika kita belum memiliki demokrasi yang stabil. Buku ini adalah catatan yang barangkali mengantisipasi itu. Tulisan-tulisan di dalam buku ini berasal dari Seminar Membaca Goenawan Mohamad yang diadakan untuk memperingati ulang tahun GM yang ke-80. Hampir semua penulis di sini adalah mereka yang tumbuh dengan membaca tulisan-tulisan GM serta terinspirasi secara langsung olehnya. Terutama mereka yang lahir di tahun 1960-an atau awal 1970-an atau yang menghidupi dunia kesusasteraan dan kewartawanan. Sedikit sisanya adalah para sarjana filsafat generasi lebih kini yang diminta untuk mengkaji bagaimana GM menafsir pada pemikir kontemporer kontinental.
Hidup Goenawan Mohamad, bisa dibilang, menggambarkan sejarah Indonesia. Ia lahir di Batang pada tahun 1941. Ketika umurnya belum setahun, balatentara Jepang masuk ke wilayah Indonesia. Ayahnya, seorang pejuang kemerdekaan republik, wafat dibunuh militer Belanda yang datang kembali setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia.
Buku adalah bagian dari kehidupan di rumahnya sejak kecil. Sejak dini Goenawan Susatyo—nama yang diberikan padanya—menyukai puisi, seni, dan pemikiran. Ia membaca esai H.B. Jassin yang mengatakan bahwa sastrawan perlu faham filsafat. Ia memilih studi psikologi di Universitas Indonesia karena, ketika itu, itulah satu-satunya kampus yang menyediakan mata kuliah filsafat. Nama Goenawan Mohamad—yang diambilnya dari nama belakang abangnya, Kartono Mohamad— digunakannya pertama kali dalam sebuah puisinya.
Ia bertumbuh dewasa di masa Perang Dingin. Presiden Sukarno menerapkan Demokrasi Terpimpin. Ketika itu PKI (Partai Komunis Indonesia) menguat. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), badan kesenian di bawah PKI, mendesakkan pendekatan Realisme Sosialis dalam kesenian. Bersama beberapa seniman dan pemikir yang tak setuju atas pemaksaan politik atas seni—seperti Arief Budiman, Wiratmo Soekito, Taufik Ismail—ia ikut merumuskan dan menandatangani Manifes Kebudayaan (1963). Akibatnya, mereka diintimidasi dan sebagian kehilangan pekerjaan. Goenawan muda memutuskan mencari beasiswa ke Eropa.
Ketika ia kembali ke Indonesia, situasi telah berbalik. Di bawah Presiden Jenderal Soeharto, PKI dihancurkan dan anggotanya dianiaya. Goenawan mendirikan majalah Tempo, dan menjadi pemimpin redaksinya. Sekalipun dulu diintimidasi, ia menampung dalam grup majalah Tempo beberapa sastrawan mantan anggota Lekra yang telah dibebaskan dari tahanan politik, suatu hal yang sebetulnya dilarang oleh rezim militer ketika itu. Goenawan tidak menunjukkan dendam apapun pada PKI atau Lekra, dan tidak menentang pemberian hadiah Magsaysay pada Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang merupakan tokoh Lekra. Ia termasuk salah tokoh seni yang diminta gubernur Jakarta Ali Sadikin untuk mendirikan Taman Ismail Marzuki (1968).
Majalah Tempo mengalami beberapa pembredelan selama rezim militer. Tapi yang berdampak mendasar adalah pemberangusan tahun 1994. Kali ini Goenawan memutuskan melawan pemerintah dan menjadi bagian dari aktivis untuk demokrasi dan kebebasan pers. Ia ikut menandatangani Deklarasi Sirnagalih, yang menentang pembredelan, ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen. Di seputar peristiwa Reformasi, ia ikut mendirikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), bahkan Partai Amanat Nasional (PAN). Kelak, setelah Reformasi terjadi dan Indonesia mengalami tantangan baru yaitu kekerasaan oleh masyarakat dan atas nama agama, ia ikut mendirikan Jaringan Islam Liberal.
Tapi, gairah utamanya sejak kecil adalah pada seni dan filsafat. Ia tak berhenti menulis puisi dan esai seni dan pemikiran. Setiap minggu ia menulis “Catatan Pinggir”, esai pendek khasnya di majalah Tempo, yang sangat berpengaruh pada generasi intelektual sesudah dirinya. Saat Tempo belum dibredel, ia mendirikan Yayasan Lontar (1987) yang bekerja untuk penerjemahan sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris, jurnal kebudayaan Kalam (1994). Ketika Tempo telah dibredel, ia mendirikan Teater Utan Kayu—lalu disebut Komunitas Utan Kayu—sekitar tahun 1996, tempat para seniman, intelektual, dan aktivis berkumpul dan berkegiatan, baik secara terbuka maupun klandestin. Setelah Soeharto turun (1998), ia mendirikan Komunitas Salihara (2008), suatu pusat kesenian yang sangat aktif mengadakan program kesenian dan pemikiran sampai sekarang. Ia menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair pada 2015.
Jumlah Halaman : 463
Tanggal Terbit : 28 Des 2022
ISBN : 9786024819446
Penerbit : KPG
Berat : 483 gr
Lebar : 14 cm
Panjang : 21 cm
Hidup Goenawan Mohamad, bisa dibilang, menggambarkan sejarah Indonesia. Ia lahir di Batang pada tahun 1941. Ketika umurnya belum setahun, balatentara Jepang masuk ke wilayah Indonesia. Ayahnya, seorang pejuang kemerdekaan republik, wafat dibunuh militer Belanda yang datang kembali setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia.
Buku adalah bagian dari kehidupan di rumahnya sejak kecil. Sejak dini Goenawan Susatyo—nama yang diberikan padanya—menyukai puisi, seni, dan pemikiran. Ia membaca esai H.B. Jassin yang mengatakan bahwa sastrawan perlu faham filsafat. Ia memilih studi psikologi di Universitas Indonesia karena, ketika itu, itulah satu-satunya kampus yang menyediakan mata kuliah filsafat. Nama Goenawan Mohamad—yang diambilnya dari nama belakang abangnya, Kartono Mohamad— digunakannya pertama kali dalam sebuah puisinya.
Ia bertumbuh dewasa di masa Perang Dingin. Presiden Sukarno menerapkan Demokrasi Terpimpin. Ketika itu PKI (Partai Komunis Indonesia) menguat. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), badan kesenian di bawah PKI, mendesakkan pendekatan Realisme Sosialis dalam kesenian. Bersama beberapa seniman dan pemikir yang tak setuju atas pemaksaan politik atas seni—seperti Arief Budiman, Wiratmo Soekito, Taufik Ismail—ia ikut merumuskan dan menandatangani Manifes Kebudayaan (1963). Akibatnya, mereka diintimidasi dan sebagian kehilangan pekerjaan. Goenawan muda memutuskan mencari beasiswa ke Eropa.
Ketika ia kembali ke Indonesia, situasi telah berbalik. Di bawah Presiden Jenderal Soeharto, PKI dihancurkan dan anggotanya dianiaya. Goenawan mendirikan majalah Tempo, dan menjadi pemimpin redaksinya. Sekalipun dulu diintimidasi, ia menampung dalam grup majalah Tempo beberapa sastrawan mantan anggota Lekra yang telah dibebaskan dari tahanan politik, suatu hal yang sebetulnya dilarang oleh rezim militer ketika itu. Goenawan tidak menunjukkan dendam apapun pada PKI atau Lekra, dan tidak menentang pemberian hadiah Magsaysay pada Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang merupakan tokoh Lekra. Ia termasuk salah tokoh seni yang diminta gubernur Jakarta Ali Sadikin untuk mendirikan Taman Ismail Marzuki (1968).
Majalah Tempo mengalami beberapa pembredelan selama rezim militer. Tapi yang berdampak mendasar adalah pemberangusan tahun 1994. Kali ini Goenawan memutuskan melawan pemerintah dan menjadi bagian dari aktivis untuk demokrasi dan kebebasan pers. Ia ikut menandatangani Deklarasi Sirnagalih, yang menentang pembredelan, ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen. Di seputar peristiwa Reformasi, ia ikut mendirikan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), bahkan Partai Amanat Nasional (PAN). Kelak, setelah Reformasi terjadi dan Indonesia mengalami tantangan baru yaitu kekerasaan oleh masyarakat dan atas nama agama, ia ikut mendirikan Jaringan Islam Liberal.
Tapi, gairah utamanya sejak kecil adalah pada seni dan filsafat. Ia tak berhenti menulis puisi dan esai seni dan pemikiran. Setiap minggu ia menulis “Catatan Pinggir”, esai pendek khasnya di majalah Tempo, yang sangat berpengaruh pada generasi intelektual sesudah dirinya. Saat Tempo belum dibredel, ia mendirikan Yayasan Lontar (1987) yang bekerja untuk penerjemahan sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris, jurnal kebudayaan Kalam (1994). Ketika Tempo telah dibredel, ia mendirikan Teater Utan Kayu—lalu disebut Komunitas Utan Kayu—sekitar tahun 1996, tempat para seniman, intelektual, dan aktivis berkumpul dan berkegiatan, baik secara terbuka maupun klandestin. Setelah Soeharto turun (1998), ia mendirikan Komunitas Salihara (2008), suatu pusat kesenian yang sangat aktif mengadakan program kesenian dan pemikiran sampai sekarang. Ia menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair pada 2015.
Jumlah Halaman : 463
Tanggal Terbit : 28 Des 2022
ISBN : 9786024819446
Penerbit : KPG
Berat : 483 gr
Lebar : 14 cm
Panjang : 21 cm
Ulasan
Tags: Ayu Utami,
KPG,
2022-12-28,
STO2022,
NewProduct2022
Rekomendasi Produk Lainnya
"Siapapun pernah menaruh rasa kepada lawan jenisnya, lalu mengekspresikan perasaan itu dengan berbagai macam cara. Salah satunya gentle untuk mengungk..
Rp42,480 Rp59,000
Datang sebagai juri pengganti untuk Festival Film International Pyongyang ke-8 pada tahun 2002, ternyata bukanlah film-film peserta festival itu yang ..
Rp64,080 Rp89,000
8 review(s)
Tidak ada yang terlalu lambatTidak ada pula yang terlalu cepatSemua hanya menunggu waktu yang tepatTapi ingat ini bukan kalimat motivasi yang mengikat..
Rp57,000 Rp76,000
Maka kau adalah samar, ya, Semar. Janganlah kau samarterhadap kegelapan, jangan pula kau samar terhadap terang. Hanya dengan hatimu yang samar, kau da..
Rp89,600 Rp128,000
Dunia ini dipenuhi kisah cinta yang berkilauan, tapi “Kuroko†tak membutuhkan cinta. Satoko adalah guru baru di salah satu sekolah swasta. Dia san..
Rp17,500 Rp25,000
4 review(s)
Awalnya Hoshiko dan Mamoru bermaksud membatalkan pernikahan. Namun, keduanya malah harus menjalani pernikahan percobaan dan bertemu dengan konsultan a..
Rp46,200 Rp66,000
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan sistem yang sangat kompleks dan perlu pemahaman yang mendalam mengenai aspek-aspek dalam organisasi. Pa..
Rp61,500 Rp82,000
Pengantar Akuntansi 1 (ed. 21) - Koran..
Rp82,731 Rp119,900
"Bagaimana aku merasa yakin bahwa aku jatuh cinta kepadamu?
Tak mudah menyembunyikan perasaan selama itu.
Seperti ada yang janggal, tak biasa. ..
Rp38,160 Rp53,000
Kode Buku : 0076070020
Pengarang  ..
Rp149,040 Rp216,000
Yo, namaku Tony Senjakala dan hidupku saat ini bagaikan sederetan mimpi buruk. Sebuah e-mail dari teman lamaku—tentang kejadian- kejadian mister..
Rp35,000 Rp50,000
32 review(s)
Virus, trojan dan semua komplotannya merupakan program jahat yang selalu mempunyai tujuan untuk menghancurkan, merusak data serta sistem komputer dan ..
Rp49,000 Rp70,000
“Ekspresi wajahnya sarat dengki dan keputusasaan, seakan tengah mencari sesuatu yang telah direnggut darinya. Dan, wanita itu mencurahkan seluru..
Rp49,680 Rp69,000
El Comandante atau “Sang Komandanâ€, itulah julukan yang melekat pada sosok Fidel Castro; pemimpin perang gerilya Kuba yang menumbangkan rezim Fulg..
Rp29,625 Rp39,500
Fun Coloring : Mewarnai Profesi (plus Poster)..
Rp21,384 Rp29,700
Twinkle Twinkle: My First Video Book..
Rp188,600 Rp205,000
Di antara jenis buku lainnya, komik memang disukai oleh semua kalangan mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Alasan komik lebih disukai oleh bany..
Rp28,000 Rp40,000
Penerbit PT Kosa Media Utama
ISBN 9786026195418..
Rp64,170 Rp93,000
4 review(s)
Kisah Tanpa Cerita antara Aluna Claretta Jasmine dengan kekasih hatinya, Okta. Bagaimana mereka bertemu dan melewati berbagai macam rintangan yang ada..
Rp29,960 Rp42,800
16 review(s)
Bagi Bayu, Renata adalah lambang sebuah tembok kokoh yang tak tergoyahkan. Gadis itu berbeda dari semua gadis yang pernah dikenalnya, baik penampilan ..
Rp42,984 Rp59,700
36 review(s)